Sudah cukup lama (2003) Majelis Tarjih Muhammadiyah mengeluarkan
fatwa tentang pacaran dalam Islam. Bila istilah “pacaran” diartikan
sebagai “berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh
berupa suami atau istri” (Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976)), maka pacaran itu selaras dengan sunnah Rasul.
Dari sejumlah hadits, dipahami bahwa ada
masa penjajakan untuk memilih calon suami atau isteri sebelum menetapkan
keputusan untuk malakukan peminangan. Masa penjajakan ini dapat
disamakan dengan masa pacaran menurut pengertian di atas. Setelah masa
pacaran dilanjutkan dengan masa meminang, jika peminangan diterima maka
jarak antara masa peminangan dan masa pelaksanaan akad nikah disebut
masa pertunangan. Pada masa pertunangan ini masing-masing pihak harus
menjaga diri mereka masing-masing karena hukum hubungan mereka sama
dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad nikah.
Rasulullah saw memberi tuntunan bagi orang yang dalam masa pacaran atau dalam masa petunangan sebagi berikut:
1. Pada masa pacaran atau masa pertunangan antara mereka yang
bertunangan dan pacaran adalah seperti hubungan orang-orang yang tidak
ada hubungan mahram atau belum melaksanakan akad nikah, karena itu
mereka harus:
a. Memelihara matanya agar tidak melihat aurat pacar atau tunangannya,
begitu pula wanita atau laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu
lebih dilarang lagi merabanya.
b. Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina.
2. Untuk menjaga ‘a’ dan ‘b’ dianjurkan sering melakukan puasa-puasa
sunat, karena melakukan puasa itu merupakan perisai baginya.
Untuk lebih jelasnya, silahkan download
Sumber