Pages

Monday, May 28, 2012

Untuk Orang yang Saya Sayangi

Cerita ini adalah kisah nyata salah seorang sahabatku, Tasya.



***
Aku menulis dengan tangan gemetar, air mataku tak sanggup kutahan, napasku tersengal-sengal. Tulisan ini ku tujukan untuk kakak tersayangku, Kak Asti. Dia adalah kakaku, aku adalah adiknya, dia kakakku, aku adiknya.
Kami tak memiliki hubungan darah tapi Kak Asti selalu bicara pada orang yang dia kenal bahwa aku adiknya, adik bungsunya sampai akhir hayatnya.

Pertemuan kami bermula di saat aku sedang berada di luar kota untuk mengikuti  sebuah lomba. Karena aku bukanlah orang yang suka berdiam diri, aku keluar dari hotel mencari udara segar. Hotel yang aku tempati tepat berada di samping jalanan kota. Aku berdiri di dekat  gerbang hotel sambil melihat kendaraan lalu lalang di depanku. Aku suka melihat cahaya-cahaya di malam hari. Tiba-tiba saja ada kaleng minuman bersoda dilempar dari sebuah mobil dan mengenai kepalaku. Tentu saja aku menggerutu. Mobil itu berhenti dan keluarlah seorang wanita yang tidak jauh lebih tinggi dari aku ya lebih pendek sedikit. Dia menghampiriku. Dia meminta maaf dan mengajakku makan di pempek depan hotel sebagai tanda minta maafnya. Semenjak itu aku sering berhubungan dengan wanita ya dia adalah Kak Asti.

Kehidupan ABG-ku yang suram karena hal-hal yang suram menjadi tidak suram karena dia selalu mengawasiku dari jauh. Dia selalu mengenalkanku pada orang yang dia kenal sebagai adik bungsunya. Aku tak bisa berkata apapun karena aku senang berada di dekatnya. Tahun-tahun demi tahun aku lewati, aku makin mengenal kakakku. Dia adalah sosok yang tegar, ramah, dan banyak yang tak bisa kuungkapkan. Termasuk ketika dia mengalami musibah yang semua wanita tak inginkan. Dia tak menggugurkan anak itu walau dia tak pernah mau. Dia membesarkan anak itu. Tunangannya meninggal pun, dia masih terlihat tegtar dan selalu bersama anaknya. Dia adalah wanita paling hebat setelah ibuku.

Sampai suatu hari, dia ingin melanjutkan sekolahnya di Paris. Dia datang padaku untuk berpamitan, tapi aku, aku terlalu sibuk dengan duniaku. Aku sibuk mencari donatur untuk festival band di daerahku. Esok paginya, dia pergi ke Malang untuk mengurus beberapa hal. Tanggal 19 Mei 2009, sehari sebelum imlek, sorenya aku ditelpon Kak Ray, kakaknya, dia mengatakan bahwa Kak Asti kecelakaan dan tak bisa tertolong. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku tak menangis hanya shock, terguncang, air mataku tak bisa menetes. Apakah aku adik yang buruk untuknya sehingga ketika ia tidak ada pun aku tak menangis?

Awalnya aku yang menjadi anak teladan di rumah, aku menjadi mulai begajulan. Seharusnya begajulan pas SMP atau SMA itu kata ayahku. Tapi waktu itu sudah habis untuk terzalimi sehingga aku memilih untuk mejadi teladan apapun yang aku rasakan saat itu. Maaf untuk ayah dan ibuku. Mungkin juga karena tak ada lagi yang mampu mengawasiku selayaknya Kak Asti mengawasiku dan mngayomiku. I just need a person who trust me not everyone. Dan dia mendapatkan itu.

Walau apapun yang sodaranya katakan tentang aku, aku seorang penjilat yang tiba-tiba masuk ke hidupnya atau orang macam apa yang dekat denga Kak Asti tapi tak pernah meneteskan air mata untuknya bahkan saat dia meninggal pun tak ada. Mereka tak pernah tahu aku, aku tiap malam tak pernah tidur karena aku tak sempat mengucapkan selamat jalan. They never know me because they have a lot of perception about me, just erase that then you'll see who I am.

Anaknya mirip sekali dengan ibunya, sorotan matanya khawatirnya dia padaku, bahkan apa yang anak itu ucapkan seperti ibunya yang mengucapkan padaku. I miss y'all   :')

Buat Kak Asti dan anaknya, Bunda, Ayah, juga pacarku tersayang, Niko. Semoga kalian bahagia di sana, aku tak akan menangis lagi, aku akan baik-baik saja disini. Dan untuk sahabatku yang paling sabar menghadapiku, terima kasih untuk semua waktu, kesabaran, dan kesempatan untuk menjadi temanmu yang pernah kau berikan padaku. I just miss you all, I'll pray for you   :')

Friday, May 11, 2012

Ketika Ketaksempurnaan Menjadi Penguatku

Hari ini aku bertemu dengan seorang anak perempuan yang baru saja pulang sekolah. Dia masih duduk kelas 3 SD sama seperti adi bungsuku. Namanya Ani. Dia cantik, imut, masih seperti temennya. Namun ketika berjalan ternyata kedua kaki tidak lurus ke depan tapi membengkok ke dalam. Di saat teman-temannya lari meninggalkannya, dia masih terseok-seok berusaha jalan sambil membawa tas di punggungnya dan kertas karton di tangan kirinya. Iba melihatnya anak sekecil itu sudah merasakannya, namun rasa itu hilang melihat pengorbanannya yang berjalan sendiri tanpa orang di sampingnya padahal rumahnya lumayan jauh dari rumah. Aku saja bisa sampai 5 - 7 menit baru sampai rumahnya, apalagi dia. Awalnya aku menawarkan bantuanku untuk mengantarnya ke rumah karena aku sendiri punya waktu lengang. Dalam perjalanan menuju rumahnya aku bertanya banyak sekali padanya karena dia sendiri tidak suka bicara banyak. Dari setiap jawaban yang keluar dari mulut mungilnya itu menjadi tamparan keras untukku. Anak sekecil ini dengan segala keterbatasannya dia masih sanggup untuk melewati semuanya. Walaupun sering dihina temannya sampai dia menangis dan pernah takut berangkat ke sekolah tapi dia berangkat lagi ke sekolah. Aku ingin bertemu dengna ibu anak ini. Ibu anak ini pasti orang yang sangat hebat bisa menjaga dan merawat anak ini dengan baik. Ternyata ibu anak ini sangat sederhana dan memang selalu menguatkan hati anaknya dan pastinya hatinya sendiri karena harus melihat penderitaan ini. Aku sungguh kagum pada mereka dan aku mendapatkan banyak pelajaran berharga dari mereka. Tentang hidup, tentang menjalani kehidupan ini, tentang menjaga diri di dunia ini. Terima kasih Ibu, terima kasih Ani   :)